Menu

Mode Gelap

Kab Tangerang

Pembangunan di Wilayah Kecamatan Kelapa Dua Jadi Sorotan Publik, Keadilan Sosial Dipertanyakan

badge-check


					Gedung-gedung megah di wilayah kecamatan kelapa dua. (Foto: dok.jejaknarasi.id) Perbesar

Gedung-gedung megah di wilayah kecamatan kelapa dua. (Foto: dok.jejaknarasi.id)

JEJAKNARASI.ID, TANGERANG — Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, selama ini dikenal sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar. Pusat bisnis modern, kawasan pendidikan unggulan, hingga industri hiburan tumbuh pesat dan menjadi simbol kemajuan wilayah.

Namun di balik geliat pembangunan tersebut, manfaatnya dinilai belum sepenuhnya dirasakan masyarakat setempat.

‎Berbagai aspirasi warga masih mengemuka, mulai dari minimnya lapangan pekerjaan bagi pemuda lokal, program rumah layak huni yang dinilai belum optimal, hingga lemahnya pengawasan pembangunan dan perizinan usaha. Kondisi ini menimbulkan keresahan publik, terlebih di tengah wilayah yang berkembang begitu cepat.

Pembangunan Masif, Kesejahteraan Warga Tertinggal

‎Aktivis lingkungan dan pemuda Kelapa Dua, Alvin, menilai bahwa pembangunan yang berlangsung saat ini lebih menonjolkan pertumbuhan fisik dan ekonomi, namun belum seimbang dengan keadilan sosial bagi masyarakat.

‎ “Kelapa Dua menyumbang PAD besar, tapi pemuda lokal masih sulit kerja dan masyarakat kecil belum merasakan manfaat pembangunan secara adil,” ujar Alvin.

‎Menurutnya, kondisi tersebut menunjukkan adanya kesenjangan antara kemajuan wilayah dan kesejahteraan warga, yang seharusnya berjalan beriringan.

Amanat Konstitusi dan Keadilan Sosial

‎Alvin menegaskan bahwa kritik yang disampaikannya berpijak pada amanat konstitusi. Ia merujuk Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan bahwa seluruh potensi ekonomi harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Selain itu, Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menegaskan kewajiban negara dalam melindungi fakir miskin dan kelompok rentan.

‎Menurut Alvin, besarnya PAD Kelapa Dua seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya tercermin pada kemegahan pembangunan fisik.

‎Rumah Layak Huni dan Hak Asasi Manusia

‎Sorotan tajam juga diarahkan pada program rumah layak huni yang dinilai masih setengah hati dalam pelaksanaannya. Mulai dari kualitas bangunan hingga ketepatan sasaran penerima manfaat, masih menjadi keluhan warga.

‎Alvin mengingatkan bahwa hak atas tempat tinggal yang layak merupakan bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 40, yang menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas kehidupan dan hunian yang layak.

Perizinan Usaha dan Kebocoran PAD

‎Selain persoalan sosial, Alvin juga menyoroti pengawasan perizinan usaha. Ia mengungkapkan, masih banyak usaha yang diduga tidak berizin atau melanggar ketentuan, padahal sektor ini menjadi salah satu penopang utama PAD.

‎Padahal, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 telah mengatur secara tegas bahwa setiap kegiatan usaha wajib memiliki perizinan berbasis risiko, serta wajib diawasi dan ditindak bila melanggar.

‎“Jika usaha ilegal dibiarkan, daerah dirugikan, pelaku usaha yang patuh hukum dirugikan, dan masyarakat ikut terdampak,” tegasnya.

‎Indikasi Pembiaran dan Potensi Penyalahgunaan Wewenang

‎Lebih jauh, Alvin menilai lemahnya pengawasan perizinan berpotensi mengarah pada pembiaran sistematis, bahkan indikasi penyalahgunaan kewenangan. Ia merujuk Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang secara tegas melarang pejabat publik menyalahgunakan atau melampaui kewenangannya.

‎Jika pembiaran tersebut menimbulkan kerugian keuangan daerah, maka dapat berimplikasi hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, khususnya terkait penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.

Pemuda Terpinggirkan di Tengah Pusat Ekonomi

‎Ironisnya, di tengah menjamurnya pusat ekonomi dan hiburan, pemuda lokal justru kesulitan mengakses lapangan pekerjaan. Kondisi ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang mewajibkan pemerintah daerah memberdayakan dan melindungi potensi pemuda.

‎Menurut Alvin, pembangunan yang tidak melibatkan pemuda lokal hanya akan melahirkan kecemburuan sosial dan ketimpangan struktural.

‎Konsolidasi Lintas Elemen untuk Evaluasi Pembangunan

‎Sebagai langkah konkret, Alvin melakukan konsolidasi lintas elemen, melibatkan organisasi kepemudaan, pakar lingkungan dan pembangunan, tokoh masyarakat, pemerhati sosial, pakar hukum, serta lembaga advokasi masyarakat.

‎Konsolidasi ini bertujuan menghimpun masukan dan pandangan secara komprehensif terkait pelaksanaan pembangunan di Kecamatan Kelapa Dua. Berbagai persoalan dikaji secara utuh, mencakup aspek sosial, lingkungan, hukum, dan tata kelola pemerintahan.

Temukan berita-berita terbaru dan terpercaya dari JEJAKNARASI.ID di GOOGLE NEWS. Untuk Mengikuti silahkan tekan tanda bintang.
Lainnya

Pemkab Tangerang Salurkan 500 Paket Bantuan Penanganan Stunting di 5 kecamatan Wilayah Utara Tangerang

16 Desember 2025 - 22:09 WIB

Rakor Pemkab Tangerang di Hotel Mewah Bandung Jadi Sorotan, Tak Mencerminkan Efisiensi Anggaran

16 Desember 2025 - 20:36 WIB

Peduli Bencana Sumatera, Pemkab Tangerang Serahkan Bantuan 1,5 Miliar

10 Desember 2025 - 23:04 WIB

Bupati Tangerang Dorong Dekranasda Tingkatkan Dukungan untuk UMKM Kerajinan Lokal

9 Desember 2025 - 18:37 WIB

Trending di Kab Tangerang