JEJAKNARASI.ID.JAKARTA – Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa memberikan klarifikasi terkait pemberitaan di sejumlah media, yang menyebut dirinya mangkir dari panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Rabu (14/5/20225).
Ia menyebut, ketidakhadirannya di gedung KPK untuk memberikan kesaksian atas dugaan korupsi terkait jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE) itu dikarenakan di waktu yang sama dirinya memiliki agenda lain.
Yaitu, kegiatan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Menteri Hukum RI, yang dihadiri Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perdagangan RI, Menteri Ekonomi Kreatif RI, dan Kepala Kepolisian Negara RI, sehingga dia mengusulkan adanya penjadwalan ulang.
Pria yang kerap disapa Ifan itu menegaskan jika ia dipanggil dalam perkara tersebut akan bertindak dalam kapasitasnya sebagai Mantan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pada periode Tahun 2017-2021. Bukan berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya saat ini sebagai Ketua KPPU, dan dia mengaku siap membantu KPK untuk menjadi saksi dalam kasus tersebut.
“Saya mengapresiasi KPK dalam menindaklanjuti surat pemberitahuan terjadinya praktik niaga gas bertingkat yang pernah saya kirimkan kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi seiring temuan BPH Migas atas hasil pengawasan kegiatan usaha IAE di akhir tahun 2020, salah satu dokumen yang penting dalam kasus tersebut. Untuk itu saya akan terbuka dan menyampaikan seluruh informasi serta dokumen yang dibutuhkan KPK dalam penyidikannya. Bagaimanapun, penanganan korupsi sejalan dengan tugas pengawasan persaingan usaha yang saya jalankan saat ini,” jelas Ifan dalam keterangannya Senin (19/5/2025).
Ifan menganggap, penting bagi KPK untuk menyelidiki bukan hanya dua Badan Usaha yang telah disebut, melainkan juga puluhan Badan Usaha Niaga Hilir Migas lainnya yang memperoleh alokasi gas dari Kementerian ESDM.
Di samping itu, ia mengatakan patut ditelusuri apakah praktik niaga gas bertingkat juga terjadi setelah tahun 2018 oleh badan usaha lain yang belum terungkap.
Pasalnya, kata Ifan dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016, tidak terdapat satu pun pasal yang menyebutkan peran BPH Migas secara eksplisit dalam hal alokasi gas maupun pengawasan praktik niaga gas bertingkat.
“Hal ini merupakan tugas dan fungsi dari Kementerian ESDM, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, dan SKK Migas. BPH Migas hanya berwenang melakukan verifikasi volume niaga gas dari sisi kepentingan perhitungan iuran PNBP, sesuai amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah”, tegas Ifan.
Sebagai informasi, KPK telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas PGN tersebut, yakni Komisaris PT IAE pada 2006–2023 Iswan Ibrahim (ISW) dan Direktur Komersial PT PGN pada 2016–2019 Danny Praditya (DP).
Kasus tersebut diduga menimbulkan kerugian negara yang mencapai 15 juta dolar AS. Dalam menangani kasus tersebut, KPK mengagendakan panggilan berbagai Saksi, termasuk Ifan sebagai Kepala BPH Migas pada saat dugaan pelanggaran tersebut terjadi.