JEJAKNARASI.ID.JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, mengkritik pernyataan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Jamaludin Malik.
Kritik dilontarkan terkait pernyataa Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Bahkan mereka menyebut Perpol itu menjadi instrumen pengaman agar anggota Polri tetap berada dalam koridor hukum.
Iwan menilai DPR seharusnya menjalankan fungsi pengawasan, bukan justru membela institusi kepolisian.
“Harusnya DPR sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan tidak menjadi lembaga yang tukang membela Polri. DPR mestinya mendorong Polri untuk menjalankan putusan MK,” ujar Iwan dalam keterangan tertulisnya Senin (15/12/2025)
Ia menegaskan, Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 telah melarang secara tegas anggota dan/atau institusi kepolisian untuk mengisi jabatan pada lembaga sipil negara.
Putusan tersebut, kata dia, sudah cukup menjadi dasar bagi kepolisian untuk menarik diri dari jabatan struktural di luar institusinya.
“Putusan MK ini sebenarnya sudah cukup dijadikan alasan bagi kepolisian untuk menarik diri dan tidak lagi menempatkan anggotanya pada jabatan struktural di luar lembaga kepolisian,” kata Iwan.
Menurutnya, kepolisian justru menerbitkan Perpol Nomor 10 Tahun 2025 yang memberikan legitimasi bagi anggota Polri untuk menduduki jabatan di 17 kementerian.
Ia menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan semangat hukum dan konstitusi.
“Penerbitan aturan ini sangat bertentangan dengan semangat hukum dan konstitusi. Terbitnya Perpol ini adalah bentuk ketidakpatuhan Polri terhadap putusan MK,” tegasnya.
Iwan juga menilai langkah tersebut menunjukkan adanya ambisi kepolisian untuk tetap masuk ke dalam struktur lembaga negara.
“Dari sini sangat terlihat ambisi kepolisian yang selalu mencari cara dan alasan untuk tetap bisa eksis atau masuk pada posisi lembaga negara,” ujarnya.
Ia menambahkan, dengan adanya putusan MK, seluruh ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berkaitan dengan penempatan anggota Polri di luar institusi kepolisian seharusnya dianggap tidak berlaku dan tidak boleh dibuatkan aturan turunan.
“Hal itu sebagai bentuk menghormati putusan MK atau lembaga peradilan,” katanya.
Selain itu, ia menegaskan putusan MK juga mempertegas Pasal 28 UU Nomor 2 Tahun 2002.
“Pasal ini melarang secara penuh polisi aktif menduduki jabatan struktural di luar lembaganya dan tidak ada pilihan lain melainkan harus mengundurkan diri,” pungkas Iwan.**









