Menu

Mode Gelap

Nasional

KPPU Bakal Gelar Sidang Dugaan Pelanggaran Kartel Suku Bunga Pinjol Senilai Rp1.650 Triliun

badge-check


Ketua KPPU  M. Fanshurullah Asa  (Foto: Ist) Perbesar

Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa (Foto: Ist)

JEJAKNARASI.ID.JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri pinjaman online (pinjol).

Sidang tersebut dilakukan setelah KPPU telah menyelidiki adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam hal ini, sebanyak 97 penyelenggara layanan Pinjol telah dilaporkan, lantaran diduga telah menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama, melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa menjelaskan, dalam penyelidikan ditemukan, jika mereka diduga menetapkan tingkat bunga pinjaman yang melebihi suku bunga flat sebesar  0,8 % per hari.

Dengan cara dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4% per hari pada tahun 2021.

“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen,” kata

KPPU Bakal Gelar Sidang Dugaan Pelanggaran Kartel Suku Bunga Pinjol Senilai Rp1.650 Triliun 

KPPU Bakal Gelar Sidang Dugaan Pelanggaran Kartel Suku Bunga Pinjol Senilai Rp1.650 Triliun 

dalam siaran persnya Selasa (29/4/2025).

Fanshurullah mengungkapkan, dalam penyelidikan tersebut KPPU telah mendalami model bisnis, struktur pasar, hingga pola keterkaitan antar pelaku di industri pinjol. 

Model bisnis pinjaman online di Indonesia mayoritas menggunakan pola Peer-to-Peer (P2P) Lending, menghubungkan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital.

“Berdasarkan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seluruh penyelenggara wajib terdaftar dan menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI,”tegasnya.

Namun, kata Fanshurullah, malah struktur pasar yang menunjukkan cukup tingkat konsentrasi tinggi. 

Bahkan, Per Juli 2023, terdapat 97 penyelenggara aktif, dengan dominasi pasar terpusat pada beberapa pemain utama. Di antaranya KreditPintar (13% pangsa pasar), Asetku (11%), Modalku (9%), KrediFazz (7%), EasyCash (6%), dan AdaKami (5%).

*Sisanya tersebar pada pemain-pemain dengan pangsa minor. Sehingga konsentrasi pasar diduga semakin kuat dengan adanya afiliasi kepemilikan atau hubungan mereka dengan platform e-commerce,” ungkap pria yang akrab disapa Ifan itu.

Ifan menambahkan,berdasarkan hasil penyelidikan dan pemberkasan, KPPU melalui Rapat Komisi pada 25 April 2025 lalu, pihaknya memutuskan untuk menaikkan kasus ini ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan.

Agenda sidang ini bertujuan menyampaikan dan menguji validitas temuan, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut. 

“Jika terbukti melanggar, para pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga 50% dari keuntungan dari pelanggaran atau hingga 10% dari penjualan di pasar bersangkutan dan selama periode pelanggaran,”tegas Ifan.

Lebih lanjut dikatakan, KPPU menekankan penanganan kasus ini merupakan bagian dari upaya menjaga ekosistem persaingan usaha yang sehat di sektor keuangan digital.

Ifan menilai, Industri fintech memiliki peran strategis dalam mendorong inklusi keuangan, sehingga praktik-praktik anti-persaingan harus dihentikan dan dicegah sejak dini.

“Hal ini akan berdampak luar biasa bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat kecil dan menengah,”ucapnya.

“Ini dapat dilihat dari ukuran pasar yang cukup signifikan dimana hingga 

pertengahan bulan 2023 telah tercatat sebanyak 1,38 juta pemberi pinjaman aktif, 125,51 juta akun peminjam terdaftar, dengan akumulasi pinjaman yang telah diberikan mencapai Rp 829,18 triliun,” imbuhnya  

Bahkan menurut Bank Dunia, kata Ifan, Indonesia memiliki credit gap (kesenjangan kredit) atau kebutuhan pembiayaan yang tidak terpenuhi oleh lembaga keuangan tradisional yang mencapai Rp 1.650 triliun pada tahun 2024.

Ini menjadi salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan industri pinjaman online di Indonesia. KPPU memperkirakan, eskalasi perkara ini berpotensi membawa konsekuensi besar bagi lanskap pinjaman online di Indonesia. 

“Melalui penegakan hukum ini, KPPU meminta agar regulator dapat memperbaiki revisi standar industri, memperketat kontrol terhadap asosiasi, mengubah pola bisnis pinjol, hingga memicu penurunan bunga pinjaman ke tingkat yang lebih kompetitif.

Dari sisi konsumen, penegakan hukum ini menjadi sinyal positif terhadap perlindungan hak peminjam dan efisiensi biaya layanan keuangan digital,”tutupnya.

Sebagai informasi,  KPPU masih mengagendakan susunan Tim Majelis yang akan memeriksa dan jadwal sidang perdana perkara tersebut.**

Lainnya

Beri Ruang Inklusif Atlet Disabilitas, Angkie Yudistia Gagas Inclusive Tennis Fun Matchday

7 Juni 2025 - 00:04 WIB

Mendagri Tito : Iduladha Momen Tanamkan Semangat Pengorbanan Demi Masyarakat

6 Juni 2025 - 23:27 WIB

Kemenag Laporkan Seluruh Jemaah Haji Indonesia Tinggalkan Muzdalifah

6 Juni 2025 - 21:09 WIB

Mengusung Tema ‘Bikin Terang Indonesia’, JMSI Siap Selenggarakan Munas Ke-2

5 Juni 2025 - 18:24 WIB

Munas ke-2 JMSI

Dorong Transisi Energi, FIM-PII Gelar Energy Young Professional Network Volume 1

3 Juni 2025 - 18:37 WIB

Trending di Nasional