JEJAKNARASI.ID, BINTAN – Kontroversi seputar pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali memanas setelah beredarnya dokumen perjanjian kerja sama antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan SDN 006 Seri Kuala Lobam, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Dokumen yang viral di media sosial ini diduga mengandung klausul kontroversial yang mengharuskan sekolah untuk merahasiakan kejadian keracunan, keterlambatan distribusi. Serta ketidaklengkapan paket makanan selama penyaluran program tersebut.
Humam Mukti, Kepala SDN 006 Seri Kuala Lobam, membenarkan bahwa ia menandatangani perjanjian tersebut pada tanggal 19 Agustus 2025.
Dalam pernyataannya, ia mengakui bahwa penandatanganan dilakukan demi memastikan lancarnya program MBG di sekolahnya. Meski menyadari adanya kekhawatiran publik terhadap isi klausul rahasia dalam dokumen tersebut.
“Kami ingin program ini berjalan tanpa hambatan, tetapi saya juga terbuka untuk mendengarkan masukan terkait dampak jangka panjang,” ujarnya.
Isi Klausul Perjanjian yang Menghebohkan
Dalam dokumen yang beredar, terdapat dua poin utama yang menjadi sorotan:
- Kewajiban Rahasia Terhadap Insiden Kritis: Jika terjadi kejadian luar biasa seperti keracunan makanan, keterlambatan pengiriman, atau ketidaklengkapan informasi paket, pihak sekolah diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan hingga pihak penyelenggara menemukan solusi.
- Tanggung Jawab Finansial Sekolah: Sekolah harus bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan peralatan makan MBG (seperti sendok, gelas, atau wadah), dengan biaya ganti rugi sebesar Rp80.000 per unit.
Keputusan ini pun langsung menuai kritik dari kalangan orang tua dan aktivis pendidikan. Salah seorang orang tua yang enggan disebutkan namanya menyatakan, “Ketentuan rahasia ini sangat berisiko. Anak-anak harus menjadi prioritas utama, bukan sekadar ‘tertutupi’ jika ada masalah”.
Debat Transparansi vs Administrasi
Humam mengakui bahwa ia memaksa menandatangani perjanjian tersebut karena merasa tidak ada pilihan lain untuk menjaga stabilitas program MBG di sekolahnya.
Namun, praktisi hukum dan pemerhati pendidikan menyoroti potensi konflik antara klausul rahasia dalam perjanjian dengan prinsip transparansi yang diatur dalam peraturan-undangan.
“Kebijakan yang mengabaikan hak masyarakat untuk mengetahui informasi kesehatan publik justru akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah,” tegas Dr. Siti Aisyah, seorang ahli politik publik dari Universitas Riau.
Masa Depan Program MBG di Bintan
Saat ini, Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan belum memberikan tanggapan resmi terkait isi perjanjian tersebut. Sementara itu, viralnya dokumen rahasia ini menjadi pengingat bagi seluruh pihak terkait pentingnya menjaga akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan program sosial.
Dengan semakin memanasnya polemik ini. Masyarakat semakin khawatir bahwa kepentingan administratif mungkin saja dijadikan prioritas di atas keselamatan dan kesejahteraan anak-anak.
Apakah program MBG yang seharusnya menjadi solusi gizi bagi siswa, justru akan menjadi sumber kecemasan baru? Pertanyaan ini kini menghantui setiap pihak yang terlibat.