JEJAKNARASI.ID, JAKARTA – Adara Relief International menggelar diskusi peringatan 77 tahun Nakba bertajuk “From the Shadows of Nakba: Breaking the Silence, End the Ongoing Genocide”Kegiatan tersebut berlangsung di Gedung Nusantara V, DPR RI Senayan Jakarta,Selasa (27/5/2025).
Seminar dihadiri Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Dr. H. Hidayat Nur Wahid, M.A, yang tampil sebagai keynote speaker. Kemudian tiga pejuang kemanusiaan dari kalangan medis dan jurnalis di Gaza, yaitu Prof. Dr. dr. Basuki Supartono S., Sp.OT., FICS, MARS, Youmna Al Sayed, dan Maher Abu Quta.
Direktur Utama Adara Relief International, Maryam Rachmayani dalam sambutannya mendorong dukungan Indonesia bagi kemerdekaan Palestina dan meningkatkan kesadaran publik mengenai agresi Israel. Ia juga menegaskan dan menyerukan kepada seluruh dunia, sudah saatnya seluruh mata tertuju pada genosida yang terus berlangsung di Palestina.
“Genosida Israel di Gaza terjadi karena dunia telah lama mengabaikan Palestina. Padahal, isu kemanusiaan di Palestina adalah tanggung jawab bersama,” tegas Maryam dihadapan 400 peserta seminar.
Ia juga menyebut, acara ini juga menjadi momentum untuk menyampaikan fakta, kesaksian, dan seruan kolektif untuk menghentikan penjajahan dan kekerasan yang terus terjadi di Palestina.
“ Kegiatan ini tentunya menjadi momentum untuk menyampaikan kejadian dan fakta serta kesaksian yang sesungguhnya apa yang terjadi di Negeri Palestina,”ujarnya.
Sebelumnya, Hidayat Nur Wahid saat memberikan keynote speaker menegaskan, dalam sidang PBB terungkap sebanyak 143 negara telah mengakui Palestina sebagai negara. Maka, jika Israel terus melakukan genosida terhadap Palestina itu artinya Israel telah melakukan kejahatan perang.
“Dalam sidang PBB, sebanyak 143 negara telah mengakui Palestina sebagai negara. Apabila Israel melakukan kejahatan terhadap Palestina, maka dia telah melakukan kejahatan terhadap negara yang telah diakui oleh negara-negara berdaulat tersebut.” jelas Politisi Senior PKS yang kerap disapa HNW itu.
Sementara itu, Dokter Bulan Sabit Merah Indonesia Prof. Dr. dr. Basuki Supartono S., Sp.OT., FICS yang bertugas di wilayah konflik membeberkan pengalaman selama menghadapi situasi sulit dengan berbagai bentuk tantangan di Gaza.
Dia mengatakan, jika di wilayah konflik itu telah terjadi krisis kesehatan yang sangat memprihatinkan. Pasalnya, fasilitas kesehatan di Gaza menjadi target secara sistematis.
“Betapa penghancuran sistem kesehatan di sana bukan kecelakaan, apalagi salah sasaran. Melainkan menjadi bagian dari strategi militer mereka.” ungkap Prof Basuki yang biasa dipanggil.
Di acara yang sama, jurnalis dan kameramen dari media internasional Al Jazeera English, yaitu Youmna Alsayed dan Maher Abu Quta yang ikut menjadi narasumber juga memaparkan tentang perlakuan Israel terhadap para jurnalis yang meliput di wilayah pertempuran.
Maher menjelaskan, untuk mencegah berita kebenaran terjadinya genosida di wilayah Gaza Israel membungkam media dengan menyerang kantor media. Bahkan mereka juga melarang jurnalis asing masuk ke wilayah Gaza.
Tidak hanya itu maher juga mengatakan zionis Israel juga membungkam narasi Palestina secara elektronik, menangkap dan mengintimidasi jurnalis, serta penargetan tanpa ampun pada keluarga.
“Israel menargetkan media untuk mencegah kebenaran sampai ke dunia,” tegas Maher.
Senada dengan Maher, Youma juga menceritakan pengalamannya selama meliput di Gaza. Ia mengungkapkan jika mendapatkan ancaman langsung dan menargetkan keluarganya. Bahkan Parahnya lagi, kata Youma tentara Israel menembaki rumahnya setiap 5 menit
. “Aku merasakan harga yang harus kubayar karena meliput peristiwa yang terjadi kepada bangsaku, aku membayarnya dengan bahaya terhadap keluargaku,” ungkap Youmna dengan nada bergetar.
Di akhir seminar ini, turut digaungkan gerakan Satu Rumah Satu Aqsa (SRSA) seiring dengan diresmikannya landing page. Halaman ini berisi tentang penjelasan gerakan dan mengajak masyarakat Indonesia turut berpartisipasi ke dalamnya, guna menanamkan semangat semangat Al Aqsa dari lingkup yang paling kecil, yaitu keluarga.**