Bung Karno Dalam Perspektif Teologi Ke NU-an
Bung karno 1

JEJAKNARASI.ID – JAKARTA. Bung Karno, sebagai proklamator kemerdekaan dan presiden pertama Republik Indonesia, dikenal tidak hanya sebagai seorang negarawan, tetapi juga sebagai tokoh yang memiliki pemahaman mendalam terhadap agama.

Salah satu yang menarik dari pemikirannya adalah pandangan keagamaannya yang sejalan dengan nilai-nilai Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) yang menjadi dasar teologi Nahdlatul Ulama (NU). Dalam tulisan ini, Saya atau kita akan mengupas bagaimana Bung Karno memandang Islam dalam perspektif yang dekat dengan teologi ke-NU-an.

Prinsip Teologi Aswaja dalam Pandangan Bung Karno

Teologi NU yang berbasis Aswaja menekankan tiga nilai utama: tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), dan ta’adul (berkeadilan). Nilai-nilai ini tercermin dalam sikap Bung Karno yang selalu mengedepankan moderasi, baik dalam politik maupun agama.

Bung Karno sering mengutip ajaran Islam sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Sesuai dengan firman allah dalam al qur’an :

“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”(QS. Al-Anbiya: 107)

Sebagai seorang pemimpin, Bung Karno menekankan pentingnya Islam sebagai agama pembebasan, bukan penindasan. Dalam pidatonya, ia mengatakan: “Islam adalah obor yang menerangi kegelapan zaman dan membimbing manusia menuju kemerdekaan sejati.” Pemikiran ini sejalan dengan semangat NU yang mengusung Islam rahmatan lil ‘alamin.

Tauhid dan Persatuan dalam Pemikiran Bung Karno

Bung Karno memahami tauhid sebagai inti dari ajaran Islam. Dalam bukunya Di Bawah Bendera Revolusi, ia menekankan bahwa tauhid tidak hanya bermakna keyakinan kepada Allah, tetapi juga sebagai landasan kesetaraan dan persatuan umat manusia.

Baca Juga :  GMNI Trisakti Ikut Andil Dalam Aksi Demo Perkara Tambang Kampus dan Kelangkaan Gas LPG 3 Kilogram

Pandangan ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW:

“Kamu semua adalah anak-anak Adam, dan Adam itu diciptakan dari tanah.” (HR. Tirmidzi)

Dalam perjuangannya, Bung Karno menolak diskriminasi berbasis suku, ras, atau agama. Ia berpendapat bahwa semua manusia memiliki hak yang sama sebagai ciptaan Allah. Kesetaraan ini menjadi landasan bagi ideologi Pancasila, khususnya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dialog Bung Karno dengan Ulama NU

Bung Karno memiliki hubungan yang erat dengan para ulama NU. Dalam berbagai kesempatan, ia berdialog untuk memahami pandangan Islam yang moderat dan inklusif. Salah satu contoh nyata adalah dukungan NU terhadap Pancasila sebagai dasar negara.

Dalam buku Bung Karno, Islam, dan Pancasila karya Ahmad Mansur Suryanegara, dijelaskan bahwa Bung Karno melihat Pancasila sebagai manifestasi ajaran Islam yang universal. Ia sering merujuk pada perjuangan para ulama nusantara sebagai inspirasi dalam membangun bangsa.

Sebagaimana hadis Nabi SAW menyebutkan:

“Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR. Tirmidzi)

Bung Karno menghormati peran ulama sebagai pembimbing umat, termasuk dalam menyelaraskan ajaran agama dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Semangat Ijtihad Bung Karno dan Teologi NU

Salah satu ciri khas NU adalah kemampuan melakukan ijtihad untuk menjawab persoalan-persoalan umat. Bung Karno juga memiliki semangat serupa. Dalam bukunya Islam Sontoloyo, ia mengkritik keras praktik beragama yang kaku dan formalistik.

Baca Juga :  Kemenag Bakal Gelar Sidang Isbat Awal Ramadan Pada 28 Februari 2025

Bung Karno menyerukan agar umat Islam kembali kepada esensi ajaran Islam, yaitu akhlak dan keadilan. Pandangan ini sejalan dengan firman Allah:

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)

Melalui semangat ijtihad ini Bung Karno mengajak umat Islam untuk berpikir kritis dan progresif dalam menghadapi tantangan zaman.

Bagi saya sendiri yang lahir dalam kalangan keluarga nahdlatul ulama, Bung Karno adalah sosok pemimpin yang memahami dan menerapkan nilai-nilai teologi ke-NU-an dalam pemikiran dan tindakannya.

Ia menjadi obor bagi jiwa yang gelap, Menjadi penuntun bagi jiwa yang gersang, Ia mengajarkan prinsip moderasi, toleransi, dan keadilan, ia berhasil menciptakan harmoni antara spiritualitas Islam dan kebangsaan.

Penulis : Gus Fakhir, 14 Desember 2024.

Komentar

@ 2025 Jejak Narasi | All rights reserved